Sejarah Singkat Desa Adat Siangan
Desa Adat Siangan adalah salah satu desa adat yang berada di wilayah kabupaten Gianyar, kecamatan Gianyar, desa Siangan berjarak ± 5 kilometer dari kota Gianyar dan ± 25 kilometer dari kota Denpasar di dukung oleh 6 Banjar Adat yaitu Banjar Selat, Teruna, Triwangsa, Siladan, Roban dan Buditirta. Memiliki 744 KK krama mipil yang terdiri dari 237 KK krama pengarep dan 507 KK krama pengempian, mempunyai penduduk 6165 jiwa terdiri dari 10 % bekerja sebagai PNS, 20 % sebagai petani, 30 % sebagai tukang bangunan dan 40% wiraswasta.
Wilayahnya sebagian besar berupa persawahan yang luasnya 252,35 Ha dan sebagian lagi berupa tegalan.dan hutan yang luasnya 74,24 Ha. Memiliki batas-batas wilayah di sebelah timur berupa tukad atau sungai Melahangge, sebelah barat Desa Adat Lokaserana sebelah selatan Desa Adat Bandung dan di sebelah utara Desa Adat Purna Desa.( Awig-Awig Desa Adat Siangan 1995, Sargah I, Pawos 1)
Awal mula adanya desa Siangan masih menjadi misteri yang tak terpecahkan. Hasil penelusuran penulis pada warga orang yang paling dituakan di desa adat Siangan, tak seorangpun mengetahui secara pasti tentang sejarah ataupun asal-usul adanya desa Siangan. Satu-satunya sumber yang digunakan untuk menceritakan atau melegendakan sejarah Desa Adat Siangan adalah Lontar Batur Kelawasan Mekeplug Tukad Mbah Geni, druwe Puri Denpasar Saren Kangin Bangli, berupa Purana Ketatwaning Bumi Bangsul Ing Alas Siage Pinge.( Mangke Ngaran Bumi Siangan). Lontar ini merupakan hasil penelusuran beberapa tokoh masyarakat Desa Adat Siangan di Puri Denpasar Bangli.
Dalam purana tersebut diceritakan sekitar tahun isaka 1011 atau1089 masehi dibukalah wilayah Siaga Pinge oleh Para Rsi (parayogi) bersama rakyatnya dari pegunungan, dan pada waktu itu wilayahnya masih berupa bukit bebatuan dan bukit tersebut masih berupa hutan belantara. Dalam purana tersebut tertulis ada beberapa perbukitan yaitu perbukitan dengan hutan alang-alang( munduk bebukitan alas ambengan), perbukitan dengan hutan pohon bila(munduk bebukitan alas bila), perbukitan dengan hutan timbul(munduk bebukitan alas timbul), perbukitan dengan hutan girang(munduk bebukitan alas girang), perbukitan dengan hutan gelagah yang luas ( munduk bebukitan alas gelagah dawa), perbukitan dengan hutan labu( munduk bebukitan alas waluh), dan munduk bebukitan dengan hutan pohon jarak dan saga( munduk bebukitan alas Jarem muang siaga pinge). Akhirnya hutan-hutan tersebut dibabat dan ditebang oleh para Rsi dan rakyatnya dari pegunungan Bali, mereka inilah disebut dengan orang-orang Bali Mula. Setelah hutan –hutan tersebut dibabat dan ditebang maka menetaplah para Rsi tersebut diwilayah bumi Siaga Pinge seperti (a) Ki Dukuh Ambengan, menetap di Puncak Bukit Munduk Mungu Bumi Kulub di perbukitan Hutan alang-alang ( ing alas munduk ambengan) di sebelah timur wilayah Bumi Siaga Pinge, (b) Ki Dukuh Dablang, menetap di perbukitan dengan hutan pohon bila dan timbul di sebelah barat bumi Siage Pinge, (c) Ki Dukuh Semalung, menetap dan menguasai perbukitan dengan hutan labu dan glagah yang luas yaitu daerah Lokaserana dan daerah Tegal Linggah( Gelagah Linggah), (d) Ki Dukuh Suda Ning, menetap di perbukitan hutan girang yang bernama Purnadesa( Purna Basa), (e) Ki Dukuh Semedang dan Ki Gde Bendesa Batur menetap di Suwungan di tengah-tengah hutan Siaga Pinge, berkuasa dan memerintah rakyatnya di wilayah tersebut.
Diceritakan pula semasa hidupnya para Rsi dan rakyatnya itu berencana dan berusaha membangun kahyangan suci sesuai dengan empat arah mata angin ( anyatur Purwa Bumi) yaitu : (a) Kahyangan Madwe Gama Muang Madwe Karang di Hulu wilayah Siaga Pinge sebagai tempat pemujaan terhadap Sang Hyang Pasupati, Sang Hyang Eka Wara, Sang Hyang Kuntu Liku dan Sang Hyang Reseng Langit , (b) Khayangan Gunung Sari, tempat pemujaan Sang Hyang Tok Langkir ( Betara Gunung Agung) dan Sang Hyang Pangrubungan, (c) Kahyangan Segara, sebagai tempat pemujaan Sang Hyang Baruna dan Sang Hyang Anta Boga, (d) Kahyangan Ganter, sebagai tempat pemujaan Sang Hyang Siwa, Sang Hyang Reka, Sang Hyang Ghana, Sang Hyang Sarwa Sidi dan Sang Hyang Sarwa Merta, (e) Kahyangan Erjeruk, sebagai tempat pemujaan Sang Hyang Pasupati, Sang Hyang Indra dan Sang Hyang Pala bungkah Pala Gantung, dan (f) Kahyangan Dalem Agung Prajapati, sebagai tempat pemujaan Sang Hyang Sarwa Mamurti, Utpeti, Stiti, Pralina. Pura-pura atau Khayangan tersebut di bangun di empat arah mata angin serta fungsinya masing-masing, di sampan itu pula para Rsi membangun tatanan agama untuk menjaga hubungan harmonis dengan Tuhan sebagai Sang Pencipta serta membuat tatanan upacara yadnya untuk menjaga keharmonisan alam semesta Bhur, Bwah Swah.
Dalam purana ini juga di jelaskan tentang batas-batas wilayah bumi Siaga Pinge yang sekarang bernama desa Siangan yaitu: (a) Di sebelah timur, perbukitan hutan alang alang, yaitu puncak Bukit Munggu yang bernama daerah Kulub (alas munduk ambengan, pucak bukit munggu ngaran bumi kulub), (b) Di sebelah selatan, perbukitan dengan hutan labu dan hutan glagah yang membentang luas yang bernama Lokaserana dan Glagah Linggah (alas waluh muang alas glagah dawa ngaran lokaserana muang bumi glagah dawa), (c) Di sebelah barat, perbukitan hutan bila dan timbul bernama Pangukur-Ukuran Bumi Klusu Penggel ( alas bila muang timbul ngaran Pangukur-Ukuran Bumi Kluse Penggel), (d) Di sebelah utara, perbukitan hutan girang yang bernama Purna Basa ( alas girang ngaran bumi Purna Basa), dan (e) Di bagian tengah, hutan pohon Jarak dan Siaga Pinge bernama pusatnya wilayah Siaga Pinge( alas jarem muang alas siaga pinge ngaran madyaning bumi siaga pinge).
Kemudian diceritakan lebih lanjut para Rsi yang memasuki dan menetap di wilayah Siaga Pinge yang sekarang bernama Siangan yaitu (a) Ki Dukuh Dablang, bertempat tingal di hutan Girang membangun tempat suci pura Ganter dan Pura Pangukur-ukuran (b) Ki Dukuh Ambengan, bertempat tinggal di hutan alang-alang membangun pura Panataran Agung Patapan, dan ( c) Ki Gde Bendesa Batur bertempat tinggal di hutan Siaga Pinge membangun Pura Panataran Madwe Karang dan Pura Panataran Madwe Gama, semua wilayah perbukitan tersebut dahulu kala masih dalam wilayah Siaga Pinge.
Disebutkan pula berkat bermurah hati-Nya Hyang_Hyangin Sinuhun, Hyang-Hyangin Erawang dan Hyang-HJyangin Kuntuliku, di Puncak Gunung Tuluk Bayuh wilayah danau batur terlihatlah tirta yang bernama Tirta Mbah Gni Sindhu Sapuh Jagat yang berjumlah 118 memancarkan sinar berkilauan, air suci inilah yang mengairi dan menyuburkan seluruh wilayah di pulau Bali. Hasil Yoga Samadi Hyang Semeru lahirlah Para Panca Rsi di wilayah Tuluk Bayuh Batur. Para Rsi tersebut adalah (a) Mpu Drya Akah lahir dari Jnana( wetu mawiwit janana), (b) Mpu Kayu Selem, lahir dari kayu hitam( wetu sakeng taru ireng), (c) Mpu Tarunyan, lahir dari pohon beringin dimadu ( wetu mawiwit taru menyan), (d) Mpu Celagi, lahir dari kayu asem ( wetu mawiwit taru celagi), dan Mpu Kayuan, lahir dari kloping kelapa gading ( wetu mawiwit troktokan ganter kelapa gading). Para Rsi tersebut di sebut Panca Rsi lahir dari yoga Ida Hyang-Yangin Sang Hyang Pasupati, Sang Hyang Erawang, Sang Hyang Kuntuliku, Sang Hyang Ulun Danu dan Sang Hyang Semeru. Beliau itulah dikatakan Wong Bali Mula Jati disebut sebagai Brahmana Magelar Bhujangga, karena beliau sudah menguasai semua persyaratan sebagai seorang Brahmana Bhujangga serta sudah memiliki pesraman serta bertempat tinggal nyatur asrama yaitu (a) Ida Mpu Drya Akah, bertapa di gunung Tuluk Bayuh Erawang dan di Puncak Bukit Kuntuliku di hutan Cemara Landung, (b) Ida Mpu Kayu Selem, bertapa di hulu danau Batur yang bernama Munduk Babukitan Guwa Song atau Songan, (c) Ida Mpu Tarunyan bertapa di bawah Tuluk Bayuh di daerah Menyan (sekarang bernama Trunyan), (d) Ida Mpu Celagi bertapa di hutan pohon asem, dan Ida Mpu Kayuan bertapa di bukit Pinangun Hutan Mentaum. Para Rsi terebut semua taat menjalankan dharmanya sebagai seorang Rsi Bhujangga dan dilayani oleh rakyatnya masing-masing.
Sekarang di ceritakan pula dalam Purana bahwa Mpu Drya Akah yang bergelar Bhujangga Sakti Ri Pedukuhan Cemara Landung sekitar bukit abang di tepi timur Danau Batur. Karena kekuatan batinnya maka munculah dua padukuhan yaitu:
(1) Padukuhan Batur Petak, semasa berkuasanya Ida Sangkul Putih,yang bertempat tinggal di bawah Gunung Batur, Wilayah Batur diselimuti kabut dan seketika lahirlah Ida Bhujangga Sakti Dablang bertapa di bukit Penulisan, (b) Ida Bhujangga Sakti Duwuran bertapa di puncak Bukit Mijil, (c) Ida Bujangga Sakti Alas Arum bertapa di bawah bukit Kuntuliku, Tuluk Bayuh bernama Padukuhan Angsoka bergelar Jro Alitan, ketiga orang suci itulah sesungguhnya sebagai keturunan Sangkul Putih.
(2) Padukuhan Batur Ning, bertempat di tepi selatan Danau Batur dan semasa berkuasanya Ki Dukuh Semalung, lahirlah delapan putra yang mengungsi di beberapa wilayah di Bali. Para Putra tersebut adalah: (a) Ki Gde Bendesa Pejeng di wilayah Pejeng, (b) Ki Gde Bendesa Tapa Wana di wilayag Siaga Pinge sekarang bernama Siangan,(c) Ki Bendesa Bang di wilayah Bangli, (d) Ki Gde Bendesa Waringin di wilayah Abang, (e) Ki Gde Bendesa Mengwi di wilayah Sembut, (f) Ki Gde Bendesa Aban di wilayah Batur, (g) Ki Gde Bendesa Taro di wilayah Sabang Doot, dan (h) Ki Gde Bendesa Karang di wilayah Sarwa Atuh.
Dari cerita yang termuat dalam Purana dapat ditapsirkan bahwa kata Siangan berasal dari kata Siaga Pinge atau pohon /hutan saga, atau bisa juga diartikan Siaga sebagai kesiap siagaan dan kewaspadaan dan Pinge berarti tenget, sakral, suci atau keramat, sehingga Siangan juga bermakna desa yang sakral dan keramat dihuni oleh masyarakat yang selalu waspada serta berhati-hati dalam mengambil keputusan maupun bertindak.Perlu digaris bawahi bahwa dalam penulisan sejarah desa adat Siangan, tidak semata-mata mencari kebenaran akan sejarah tersebut tetapi yang terpenting adalah kemana akan diarahkan pembangunan desa adat Siangan sehingga desa Siangan menjadi lebih maju, lebih baik dari sebelumnya serta menjadi contoh desa-desa yang lain (Prajamandala Darsana) tentu dengan adanya para pemikir berkumpul ( Dwiyacitta Sanggraha) untuk bekerja sesuai denga aturan yang ada atau mengutamakan awig-awig ( Prasista Widhayaka) serta bekerja dengan tulus dan suka berkorban ( Sukerti Wandawa Mitra).
( Sumber : Lontar Batur Kelawasan Mekeplug Tukad Mbah Geni, druwe Puri Denpasar Saren Kangin Bangli)
Regenerasi Bendesa Desa Adat Siangan
Masa jabatan Bendesa di desa Adat Siangan adalah mula-mula 8 tahun dan sejak tahun 1999 masa jabatan Bandesa Adat menjadi 5 tahun . Menurut penuturan krama yang dituakan bahwa di desa adat Siangan sudah terjadi 8 kali pergantian Bendesa Adat karena masa jabatan sudah selesai.
Tabel 1. Nama- Nama Bendesa Desa Adat Siangan
No | Nama | Alamat | Tahun |
1. | A.A.Lingsir Puri Tengah(Alm) | Br. Triwangsa | … – 1966 |
2. | A.A. Gd. Oka (Alm) | Br. Teruna | 1966 -1974 |
3 | A.A. Gd. Oka (Alm) | Br. Teruna | 1974-1982 |
4 | A.A. Gde Agung (Puri Gede) | Br. Triwangsa | 1982- 1983 |
5 | A.A. Ngurah Mataram(Alm) | Br. Teruna | 1983-1991 |
6 | A.A. Ngurah Mataram(Alm) | Br. Teruna | 1991- 1999 |
7. | Ida Bgs. Pt. Raka (Alm) | Br. Teruna | 1999-2004 |
8. | Ida Bgs. Pt. Raka (Alm) | Br. Teruna | 2004-2009 |
9. | I Wayan Supartama,S.Pd | Br. Siladan | 2009 – 2014 |
10. | I Wayan Supartama, S.Pd | Br. Siladan | 2014-2019 |
8. | Ida Bgs. Nyoman Ardana(Alm) | Br. Siladan | 2019-2020 |
9. | I Made Sudana,S.Ag | Br. Teruna | 2020-2024 |
(Sumber : Tokoh Masyarakat Desa Adat Siangan)
Adapun yang menjadi petajuh setiap kepemimpinan para Bendesa tersebut adalah :
1. Pada masa kepemimpinan A.A. Gd. Oka berasal dari Banjar Adat Teruna, memimpin dari tahun 1966 s.d 1982 dilaksanakan pengodakan pertama Ida Bhatara Ratus Mas, Ida Ratu Lingsir dan Ida Ratu Ayu.
2. Pada masa bakti1989/1997 yang memimpin Desa Adat Siangan adalah Anak Agung Ngurah Mataram(Alm) merupakan duta dari banjar adat Teruna dan yang menjadi Petajuh adalah I Dewa Pt. Bindar duta dari banjar adat Triwangsa. Pada masa kepemimpinannya dilaksanakan upacara Ngenteg Linggih di Pura Nataran tahun 1983 dan Upacara Ngenteg linggih di Pura Puseh pada tahun 1997. Serta Berdirinya LPD Desa Adat Siangan tahun 1995 serta mulai diberlakukan Awig-awig desa Adat Siangan tahun 1995.
3. Pada masa bakti 1997/2005 1997 yang memimpin desa adat Siangan adalah Ida Bagus Pt. Raka, merupakan duta dari banjar adat Teruna dan yang menjadi Petajuh adalah I Wayan Gina, duta dari banjar adat Siladan. Pada masa kepemimpinannya dilaksanakan upacara ngenteg linggih di Pura Dalem tahuin 2004.
4. Pada masa bakti 2005/2013, yang memimpin desa adat Siangan adalah I Wayan Supartama, S.Pd, merupakan duta dari banjar adat Siladan dan yang menjadi Petajuh adalah I Dewa Nyoman Raka, duta dari banjar adat Triwangsa.
5. Pada masa bakti 2013/2019, yang memimpin desa adat Siangan adalah I Wayan Supartama, S.Pd, merupakan duta dari banjar adat Siladan dan yang menjadi Petajuh adalah I Dewa Nyoman Raka, duta dari banjar adat Triwangsa. Pada masa kepemimpinannya terjadi proses masuknya Banjar Adat Buditirta sebagai bagian dari Desa Adat Siangan.
6. Pada masa bakti 2019/2020, yang memimpin desa adat Siangan adalah Ida bagus Nyoman Ardana, merupakan duta dari banjar adat Siladan dan yang menjadi Petajuh adalah Ida Bgs. Gede Surya Dharma, S.S duta dari banjar adat Triwangsa dan I Made Sudana , duta dari banjar adat Teruna. Pada masa Kepemimpinannya telah dilaksanakan upacara Mapahayu Jagat Malik Sumpah di alun-alun Desa Adat Siangan pada tanggal 12 maret 2020. Beliau berpulang pada bulan Nopember 2020.
7. Pada masa bakti 2022-2024 yang memimpin desa Adat Siangan adalah I Made Sudana, S.Ag. pada masa kepemimpinannya sedang dibangun BUPD Desa Adat Siangan, Pasar Rakyat dan penyempurnann Awig-Awig dan Pararem Desa Adat Siangan.
Mengetahui Siangan, 16 Nopember 2021
Bandesa Desa Adat Siangan Panyarikan
I Made Sudana, S,.Ag I Nyoman Dirga, S.Pd.,M.Pd
Desa Adat Siangan, Kec. Gianyar – Kabupaten Gianyar – Kodepos 80515